Chief economist FAO Maximo Torero Cullen (2020) merilis working paper pada akhir Maret 2020 sebagai peringatan dini ancaman krisis pangan global akibat penyebaran covid-19 dengan indikasi terjadinya ketimpangan supply dan demand bahan pangan. Ketersediaan dan akses terhadap bahan pangan sangat tergantung pada proses produksi, pengolahan, transportasi dan distribusi pangan. Dampak negatif penyebaran Covid-19 terkait pertanian antara lain industri input dan pengolahan pangan membatasi produksi, pembatasan distribusi barang, sebagian pelabuhan dan pergudangan tidak beroperasi.
Ancaman dan potensi risiko penyebaran covid-19 terhadap krisis pangan global telah menjadi isu utama pada pertemuan luar biasa para Menteri Pertanian Negara G20 bersama dengan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), the International Fund for Agricultural Development (IFAD), the World Bank dan the World Food Programme (WFP) dan pada tanggal 21 April 2020 telah mengeluarkan deklarasi atau pernyataan bersama tentang dampak covid-19 terhadap ketahanan pangan global dan gizi masyarakat (FAO, 21 April 2020).
Poin penting dalam deklarasi antara lain pandemi covid-19 telah menyebabkan hilangnya kehidupan manusia secara dramatis di seluruh dunia dan menghadirkan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan konsekuensi sosial dan ekonomi yang mendalam, termasuk mengkompromikan ketahanan pangan dan nutrisi. Respons yang mamadai perlu dikoordinasikan dengan baik di seluruh dunia, termasuk oleh negara G20 dan negara di luar G20, untuk membatasi dampak, mengakhiri pandemi, dan mencegah terulangnya pademi.
Kesepahaman bersama bahwa pandemi covid-19 sudah mempengaruhi seluruh sistem pangan. Pembatasan pergerakan di dalam dan lintas negara dapat menghambat layanan logistik terkait makanan, mengganggu seluruh rantai pasokan makanan, dan memengaruhi ketersediaan makanan. Dampak pada pergerakan tenaga kerja pertanian dan pada pasokan input akan segera menimbulkan tantangan penting bagi produksi pangan, sehingga membahayakan ketahanan pangan bagi semua orang, dan berdampak nyata pada masyarakat marjinal yang tinggal di negara-negara termiskin.
Sektor pertanian dan sistem distribusi-logistik bahan pangan harus dijadikan perhatian dan proritas penting. Upaya yang serius dari lembaga internasional yang terkait sangat diperlukan untuk memastikan bahwa rantai pasok bahan pangan berfungsi dengan baik dan dapat mempromosikan produksi dan ketersediaan makanan yang beragam, aman dan bergizi untuk semua. Dalam melakukan ini, perlu memberikan prioritas pada kesehatan konsumen dan pekerja, mengikuti langkah-langkah keselamatan, seperti pengujian, mengatur jarak fisik dan praktik menjaga kesehatan lainnya.
Dalam konteks Indonesia, jaminan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi rakyat yang berjumlah 267 juta jiwa menjadi masalah sangat urgen. Bagaimanapun pandemi covid-19 telah mempengaruhi sistem produksi dan distribusi pangan global dan nasional. Pada sentra produksi pangan, secara umum terdapat beberapa kendala dalam proses produksi dan distribusi pangan muncul dengan peraturan pembatasan kerumunan dan mobilitas orang dan barang.
Selama ini produksi berbagai komoditas pangan di pedesaan dilakukan dengan model padat karya yang melibatkan banyak orang dalam kerumunan dengan mobilitas orang yang tinggi. Pandemi covid-19 yang semakin serius menuntut para petani dan produsen pangan dalam bekerja harus dapat beradaptasi dengan cara produksi baru yang dapat menghambat penyebaran covid-19. Adaptasi petani terhadap cara kerja baru untuk beberapa waktu bisa dipastikan akan menurunkan efektivitas dan produktivitas kerja yang berimplikasi pada penurunan stabilitas dan kecukupan produksi pangan.
Selain problem pada proses produksi pangan, proses distribusi dan pemasaran pangan juga akan menghadapi kendala. Pembatasan mobilitas orang dan barang juga harus diantisipasi sehingga proses distribusi bahan pangan dari sentra produksi ke konsumen di seluruh wilayah Indonesia dapat terjamin dan berjalan dengan lancar.